Perjalanan Sufi Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili r.a.
Jumat, 12 September 2014
0
komentar
Suatu
ketika saat berkelana beliau berkata dalam hati, “Ya Allah, kapankah
aku bisa menjadi hamba-Mu yang bersyukur?” Kemudian terdengarlah suara,
“Kalau kamu sudah mengerti dan merasa bahwa yang diberi nikmat hanya
kamu saja” Beliau berkata lagi, “Bagaimana saya bisa begitu, padahal
Engkau sudah memberi nikmat kepada para Nabi, Ulama dan Raja?” Kemudian
terdengar suara lagi, “Jika tidak ada Nabi, kamu tidak akan mendapat
petunjuk, jika tidak ada Ulama kamu tidak akan bisa ikut bagaimana
caranya beribadah, jika tidak ada Raja kamu tidak akan merasa aman. Itu
semua adalah nikmat dari-Ku yang kuberikan hanya untukmu”.ِِSyadziliyah
adalah nama suatu desa di benua Afrika yang merupakan nisbat nama Syekh
Abul Hasan Asy-Syadzili r.a. Beliau pernah bermukim di Iskandar sekitar
tahun 656 H. Beliau wafat dalam perjalanan haji dan dimakamkan di padang
Idzaab Mesir. Sebuah padang pasir yang tadinya airnya asin menjadi
tawar sebab keramat Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili r.a. Beliau belajar
ilmu thariqah dan hakikat setelah matang dalam ilmu fiqihnya. Bahkan
beliau tak pernah terkalahkan setiap berdebat dengan ulama-ulama ahli
fiqih pada masa itu. Dalam mempelajari ilmu hakikat, beliau berguru
kepada wali quthub yang agung dan masyhur yaitu Syekh Abdus Salam Ibnu
Masyisy, dan akhirnya beliau yang meneruskan quthbiyahnya dan menjadi
Imam Al-Auliya’. Peninggalan ampuh sampai sekarang yang sering diamalkan
oleh umat Islam adalah Hizb Nashr dan Hizb Bahr, di samping Thariqah
Syadziliyah yang banyak sekali pengikutnya. Hizb Bahr merupakan Hizb
yang diterima langsung dari Rasulullah saw. yang dibacakan langsung satu
persatu hurufnya oleh beliau saw. Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili r.a.
pernah ber-riadhah selama 80 hari tidak makan, dengan disertai dzikir
dan membaca shalawat yang tidak pernah berhenti. Pada saat itu beliau
merasa tujuannya untuk wushul (sampai) kepada Allah swt. telah tercapai.
Kemudian datanglah seorang perempuan yang keluar dari gua dengan wajah
yang sangat menawan dan bercahaya. Dia menghampiri beliau dan berkata,
”Sunguh sangat sial, lapar selama 80 hari saja sudah merasa berhasil,
sedangkan aku sudah enam bulan lamanya belum pernah merasakan makanan
sedikitpun”. Suatu ketika saat berkelana, beliau berkata dalam hati, “Ya
Allah, kapankah aku bisa menjadi hamba-Mu yang bersyukur?”. Kemudian
terdengarlah suara, “Kalau kamu sudah mengerti dan merasa bahwa yang
diberi nikmat hanya kamu saja”. Beliau berkata lagi, “Bagaimana saya
bisa begitu, padahal Engkau sudah memberi nikmat kepada para Nabi, Ulama
dan Raja?”. Kemudian terdengarlah suara lagi, “Jika tidak ada Nabi,
kamu tidak akan mendapat petunjuk, jika tidak ada Ulama kamu tidak akan
bisa ikut bagaimana caranya beribadah, jika tidak ada Raja kamu tidak
akan merasa aman. Itu semua adalah nikmat dari-Ku yang kuberikan hanya
untukmu”. Beliau pernah khalwat (menyendiri) dalam sebuah gua agar bisa
wushul (sampai) kepada Allah swt. Lalu beliau berkata dalam hatinya,
bahwa besok hatinya akan terbuka. Kemudian seorang waliyullah mendatangi
beliau dan berkata, “Bagaimana mungkin orang yang berkata besok hatinya
akan terbuka bisa menjadi wali. Aduh hai badan, kenapa kamu beribadah
bukan karena Allah (hanya ingin menuruti nafsu menjadi wali)”. Setelah
itu beliau sadar dan faham dari mana datangnya orang tadi. Segera saja
beliau bertaubat dan minta ampun kepada Allah swt. Tidak lama kemudian
hati Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili r.a. sudah di buka oleh Allah swt.
Demikian di antara bidayah (permulaaan) Syekh Abul Hasan As-Syadzili.
Beliau pernah dimintai penjelasan tentang siapa saja yang menjadi
gurunya? Sabdanya, “Guruku adalah Syekh Abdus Salam Ibnu Masyisy, akan
tetapi sekarang aku sudah menyelami dan minum sepuluh lautan ilmu. Lima
dari bumi yaitu dari Rasululah saw, Abu Bakar r.a, Umar bin Khattab r.a,
Ustman bin ‘Affan r.a dan Ali bin Abi Thalib r.a, dan lima dari langit
yaitu dari malaikat Jibril, Mika’il, Isrofil, Izro’il dan ruh yang
agung. Beliau pernah berkata, “Aku diberi tahu catatan muridku dan
muridnya muridku, semua sampai hari kiamat, yang lebarnya sejauh mata
memandang, semua itu mereka bebas dari neraka. Jikalau lisanku tak
terkendalikan oleh syariat, aku pasti bisa memberi tahu tentang kejadian
apa saja yang akan terjadi besok sampai hari kiamat”. Syekh Abu
Abdillah Asy-Syathibi berkata, “Aku setiap malam banyak membaca Radiya
Allahu ‘An Asy-Syekh Abil Hasan dan dengan ini aku berwasilah meminta
kepada Allah swt apa yang menjadi hajatku, maka terkabulkanlah apa saja
permintaanku”. Lalu aku bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad saw. dan
aku bertanya, “Ya Rasulallah, kalau seusai shalat lalu berwasilah
membaca Radiya Allahu ‘An Asy-Syekh Abil Hasan dan aku meminta apa saja
kepada Allah swty. apa yang menjadi kebutuhanku lalu dikabulkan, seperti
hal tersebut apakah diperbolehkan atau tidak?”. Lalu Nabi saw.
Menjawab, “Abul Hasan itu anakku lahir batin, anak itu bagian yang tak
terpisahkan dari orang tuanya, maka barang siapa bertawashul kepada Abul
Hasan, maka berarti dia sama saja bertawashul kepadaku”. Pada suatu
hari dalam sebuah pengajian Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili r.a.
menerangkan tentang zuhud, dan di dalam majelis terdapat seorang faqir
yang berpakaian seadanya, sedang waktu itu Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili
berpakaian serba bagus. Lalu dalam hati orang faqir tadi berkata,
“Bagaimana mungkin Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili r.a. berbicara tentang
zuhud sedang beliau sendiri pakaiannya bagus-bagus. Yang bisa dikatakan
lebih zuhud adalah aku karena pakaianku jelek-jelek”. Kemudian Syekh
Abul Hasan menoleh kepada orang itu dan berkata, “Pakaianmu yang seperti
itu adalah pakaian yang mengundang senang dunia karena dengan pakaian
itu kamu merasa dipandang orang sebagai orang zuhud. Kalau pakaianku ini
mengundang orang menamakanku orang kaya dan orang tidak menganggap aku
sebagai orang zuhud, karena zuhud itu adalah makam dan kedudukan yang
tinggi”. Orang fakir tadi lalu berdiri dan berkata, “Demi Allah, memang
hatiku berkata aku adalah orang yang zuhud. Aku sekarang minta ampun
kepada Allah dan bertaubat”. Di antara Ungkapan Mutiara Syekh Abul Hasan
Asy-Syadili: 1. Tidak ada dosa yang lebih besar dari dua perkara ini :
pertama, senang dunia dan memilih dunia mengalahkan akherat. Kedua,
ridha menetapi kebodohan tidak mau meningkatkan ilmunya.2. Sebab-sebab
sempit dan susah fikiran itu ada tiga : pertama, karena berbuat dosa dan
untuk mengatasinya dengan bertaubat dan beristiqhfar. Kedua, karena
kehilangan dunia, maka kembalikanlah kepada Allah swt. sadarlah bahwa
itu bukan kepunyaanmu dan hanya titipan dan akan ditarik kembali oleh
Allah swt. Ketiga, disakiti orang lain, kalau karena dianiaya oleh orang
lain maka bersabarlah dan sadarlah bahwa semua itu yang membikin Allah
swt. untuk mengujimu.Kalau Allah swt. belum memberi tahu apa sebabnya
sempit atau susah, maka tenanglah mengikuti jalannya taqdir ilahi.
Memang masih berada di bawah awan yang sedang melintas berjalan (awan
itu berguna dan lama-lama akan hilang dengan sendirinya). Ada satu
perkara yang barang siapa bisa menjalankan akan bisa menjadi pemimpin
yaitu berpaling dari dunia dan bertahan diri dari perbuatan dhalimnya
ahli dunia. Setiap keramat (kemuliaan) yang tidak bersamaan dengan ridha
Allah swt. dan tidak bersamaan dengan senang kepada Allah dan senangnya
Allah, maka orang tersebut terbujuk syetan dan menjadi orang yang
rusak. Keramat itu tidak diberikan kepada orang yang mencarinya dan
menuruti keinginan nafsunya dan tidak pula diberikan kepada orang yang
badannya digunakan untuk mencari keramat. Yang diberi keramat hanya
orang yang tidak merasa diri dan amalnya, akan tetapi dia selalu
tersibukkan dengan pekerjaan-pekerjaan yang disenangi Allah dan merasa
mendapat anugerah (fadhal) dari Allah semata, tidak menaruh harapan dari
kebiasaan diri dan amalnya.Di antara keramatnya para Shidiqin ialah :
1. Selalu taat dan ingat pada Allah swt. secara istiqamah (kontineu). 2.
Zuhud (meninggalkan hal-hal yang bersifat duniawi). 3. Bisa menjalankan
perkara yang luar bisa, seperti melipat bumi, berjalan di atas air dan
sebagainya. Diantara keramatnya Wali Qutub ialah : 1. Mampu memberi
bantuan berupa rahmat dan pemeliharaan yang khusus dari Allah swt. 2.
Mampu menggantikan Wali Qutub yang lain. 3. Mampu membantu malaikat
memikul Arsy. 4. Hatinya terbuka dari haqiqat dzatnya Allah swt. dengan
disertai sifat-sifat-Nya. Kamu jangan menunda ta’at di satu waktu, pada
waktu yang lain, agar kamu tidak tersiksa dengan habisnya waktu untuk
berta’at (tidak bisa menjalankan) sebagai balasan yang kamu sia-siakan.
Karena setiap waktu itu ada jatah ta’at pengabdian tersendiri. Kamu
jangan menyebarkan ilmu yang bertujuan agar manusia membetulkanmu dan
menganggap baik kepadamu, akan tetapi sebarkanlah ilmu dengan tujuan
agar Allah swt. membenarkanmu. Radiya allahu ‘anhu wa ‘aada ‘alaina min
barakatihi wa anwarihi wa asrorihi wa ‘uluumihi wa ahlakihi, Allahumma
Amiin. (Al-Mihrab).
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul:
Perjalanan Sufi Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili r.a.
Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke
https://fadhilaizki.blogspot.com/2014/09/perjalanan-sufi-syekh-abul-hasan-asy.html
. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.
Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
0 komentar :
Posting Komentar