DETIK-DETIK KELAHIRAN RASULULLAH S.A.W.
Rabu, 10 September 2014
0
komentar
Dalam
tidurnya disuatu malam, Abdul Muthalib bermimpi matahari telah terbit,
lalu ia terjaga dari tidurnya, dan mendapati dirinya di pertengahan
malam, keheningan yang luar biasa menyelimuti gurun yang terbentang. Ia
menuju pintu rumah, lalu menyaksikan bintang-bintang bersinar di langit,
dan dunia tampak di selimuti gelapnya malam. Ia kemudian menutup pintu
rumah dan kembali tidur. Dalam tidurnya itupun, ia bermimpi untuk kedua
kalinya. Segala sesuatunya tampak jelas kali ini, sesungguhnya sesuatu
yang besar memerintahkannya untuk melaksanakan perintah yang sangat
penting, "Galilah zamzam". Abdul Muthalib bertanya tanya : "Apakah itu
zamzam? "Kemudian untuk kedua kalinya perintah itu mengatakan bahwa ia
diperintahkan untuk menggali zamzam. Abdul Muthalib bangkit dari
peraduannya, lalu ia membuka pintu rumah dan pergi ke gurun yang luas.
Apakah arti zamzam ? Tiba-tiba pikirannya dipenuhi dengan cahaya yang
datang dari jauh, bahwa pasti zamzam adalah sebuah sumur, tetapi apa
nilai dari sumur zamzam itu, Bukankah di sana terdapat banyak sumur yang
yang lain. Abdul Muthalib duduk di tengah gurun pasir pada pertengahan
malam, ia merenungkan cerita kuno yang mengatakan tentang sumur yang
memancarkan air, akibat dari pukulan kaki Nabi Ismail as. Matahari
terbit di atas gurun jazirah Arab, Abdul Muthalib keluar menemui
orang-orang, dan menceritakan kepada mereka bahwa ia akan menggali
zamzam, untuk menunjuk tempat tersebut ia diberitahu oleh suara yang ada
dalam mimpinya. Orang-orang Quraisy menolaknya, karena tempat yang
diisyaratkan oleh Abdul Muthalib terletak diantara dua berhala yang
biasa disembah oleh masyarakat setempat, yaitu berhala Ash dan Nailah.
Abdul Muthalib merasa bahwa usahanya sia-sia untuk meyakinkan kaumnya
agar mengizinkannya untuk menggali sumur. Mereka mengetahui bahwa Abdul
Muthalib tidak mempunyai apa-apa, selain hanya seorang anak laki-laki.
Pada saat itu di kawasan Arab dipenuhi dengan kabilah-kabilah yang
terjalin suatu ikatan kesukuan yang kuat dan usaha untuk melindungi
keluarga yang sangat menonjol. Akhirnya Abdul Muthalib pergi dalam
keadaan sedih, lalu ia berdiri di hadapan Ka’bah dan mengungkapkan suatu
nazar kepada Allah Swt. Ia berkata: "Jika aku dikaruniai sepuluh anak
laki-laki, dan setelah mereka dewasa dan mampu melindungiku saat aku
menggali zamzam, maka aku akan menyembelih salah seorang dari mereka di
sisi Ka'bah sebagai bentuk korban". Pintu langit terbuka untuk doanya
Abdul Muthalib. Belum genap satu tahun, istrinya melahirkan anaknya yang
kedua dan setiap tahun ia melahirkan anak laki-laki sampai pada tahun
yang kesembilan, sehingga Abdul Muthalib mempunyai sepuluh anak
laki-laki. Kemudian berlalulah zaman dan anak-anak Abdul Muthalib
menjadi besar. Abdul Muthalib akhirnya menjadi seorang yang memiliki
kemampuan, dan ia berusaha melakukan rencananya yang diisyaratkan dalam
mimpi itu, sambil bersiap-siap untuk mengorbankan salah satu anaknya
sebagai bentuk pelaksanaan dari nazarnya. Maka dilakukanlah undian atas
sepuluh anaknya, lalu keluarlah nama anaknya yang paling kecil yaitu
Abdullah. Ketika nama anak itu keluar dalam undian, maka orang orang
yang ada disekitarnya berusaha memberontak, mereka mengatakan bahwa
mereka tidak akan membiarkan Abdullah disembelih. Abdullah saat itu
terkenal sebagai seorang yang bersih, ia telah menarik simpati
masyarakat di sekitarnya. Ia tidak pernah menyakiti seorangpun. Senyuman
khas Abdullah terkenal sebagai senyuman yang paling lembut di kawasan
jazirah Arab. Muatan ruhaninya demikian jernih, dan hatinya yang mulia
menyerupai sebuah kebun di tengah gurun yang keras, oleh karena itu
semua manusia datang kepadanya dan menentang usaha penyembelihannya.
Para pembesar Quraisy berkata, "Lebih baik kami menyembelih anak-anak
kami daripada ia harus disembelih, dan menjadikan anak-anak kami sebagai
tebusan baginya. Kami tidak akan menemukan seorangpun yang lebih baik
dari dia. Pertimbangkanlah kembali masalah itu, dan biarkan kami
bertanya kepada Kahin ( Peramal-dukun). Abdul Muthalib tidak mampu
menghadapi tekanan ini, lalu ia mempertimbangkan kembali apa yang telah
ditetapkannya. Kemudian mereka mendatangi seorang Kahin. "Berapa taruhan
yang kalian miliki? Bertanya Kahin, Mereka menjawab: "Sepuluh ekor
unta.". "Datangkanlah sepuluh unta, lalu lakukanlah kembali undian
atasnya dan atas nama Abdullah, jika undian datang padanya maka
tambahlah sepuluh ekor unta lagi, lalu ulangilah terus undian tersebut,
hingga tidak keluar lagi nama Abdullah", perintah Kahin kepada mereka.
Kemudian dilakukanlah undian atas nama Abdullah dan atas sepuluh ekor
unta yang besar. Undian itu pun mengeluarkan terus nama Abdullah, hingga
Abdul Muthalib menambah sepuluh ekor unta lagi, tetapi nama Abdullah
keluar lagi, sehingga mereka menambah sepuluh ekor unta, sampai jumlah
unta itu mencapai seratus ekor. Setelah itu, keluarlah nama unta
tersebut. Maka saat itu, masyarakat demikian gembira, sampai berlinangan
air mata, karena melihat Abdullah berhasil diselamatkan. Kemudian
disembelihlah seratus ekor unta di sisi Ka'bah, sebagai ganti dari
Abdullah. Setelah itu, Abdul Muthalib berniat menikahkan Abdullah dengan
gadis terbaik dijazirah Arab. Pada suatu hari Abdul Mutholib keluar
dengan Abdullah ke rumah Wahab, di sana ia meminang untuk anaknya Aminah
binti Wahab. Kemudian Aminah binti Wahab menikah dengan Abdullah bin
Abdul Muthalib, seorang pemuda yang paling mulia dan paling dicintai
oleh orang-orang Quraisy. Dinyalakanlah api-api di gunung-gunung, agar
para musafir dan para tamu mengetahui tempat diadakannya acara
pernikahan antara Abdullah dan Aminah. Abdullah tinggal bersama istrinya
dua bulan, hingga suatu hari ada kabar bahwa kafilah akan berangkat,
lalu Abdullah pun mengikuti kafilah tersebut dan melakukan perjalanan
dagang menuju Syam. Wajah Abdullah tampak berseri, ia mengucapkan
selamat tinggal kepada Aminah. Setelah itu bayang-bayang wajahnya
tersembunyi bersama kafilah dan mereka pun hilang. Aminah tidak
mengetahui bahwa itu adalah kesempatan terakhirnya melihat suami
tercinta, setelah dua bulan dari perkawinannya. Abdullah mengunjungi
paman-pamannya dari kabilah bani Najar di Madinah, dan di sana ia
menghembuskan nafasnya yang terakhir, Abdullah, seorang pemuda yang
sangat disayangi masyarakat dan keluarga karena kesholehannya meninggal
dunia. Saat itu Abdullah berusia dua puluh lima tahun. Kabar kematiannya
tiba-tiba tersebar dan sangat memilukan hati orang-orang yang
mendengarnya, dan sampailah kabar tersebut kepada istrinya. Aminah
menangis tersedu-sedu dan ia sempat menyampaikan pertanyaan pada dirinya
dan tidak mengetahui jawabannya, mengapa Allah Swt menebusnya dengan
seratus unta jika kemudian Dia menetapkan kematian baginya. Tidak lama
kemudian, bergeraklah dirahimnya janin dengan gerakan yang amat lembut,
ia mulai mengetahui bahwa ia sedang hamil. Aminah menangis dua kali,
pertama ia menangis untuk dirinya sendiri dan kali ini ia menangis untuk
anak yang ditinggal mati ayahnya sebelum ia sempat dilahirkan. Aminah
tidak pernah membayangkan bahwa janin yang dikandungnya akan menjadi
anak yatim. Inilah anak kecil yang sebelum dilahirkan telah menelan
kesedihan yang berat. Dan berlalulah hari demi hari, tangisan
penderitaan dan mata air Aminah telah mengering, namun kesedihannya
menyerupai sebuah pohon yang tumbuh bersama kehausan. Tetapi
kesedihannya itu mulai berkurang, ketika janin yang ada dalam
kandungannya tidaklah memberatkan. Sementara itu pada saat mendekati
hari kelahiran janin yang mulia ini, pasukan Abrahah mulai mendekati
Mekah. Hal ini dikarenakan saat Abrahah membangun gereja dengan bangunan
yang menakjubkan dengan niat agar orang-orang Arab berpaling dari
Baitul Haram di Mekah. Ia melihat orang-orang Yaman begitu tertarik
dengan gereja tersebut, tetapi ketika ia melihat orang Arab tidak
tertarik terhadap gereja yang dibangunnya, maka ia berkeinginan untuk
menghancurkan Ka'bah, sehingga mereka tidak lagi menuju ke Ka'bah,
melainkan ke gerejanya. Akhirnya ia menyiapkan pasukan yang besar dengan
persenjataan yang lengkap. Pasukan Abrahah terdiri dari kelompok gajah
yang besar yang digunakannya untuk menghancurkan Ka'bah. Orang-orang
Arab pun mendengar rencana tersebut. Memang orang-orang Arab saat itu
terkenal sebagai penyembah berhala, meskipun demikian mereka sangat
hormat terhadap Ka'bah, karena mereka meyakini bahwa mereka adalah
anak-anak Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as pemelihara Ka'bah.
Kedatangan pasukan tiba-tiba dihadang oleh seorang lelaki Yaman yang
bernama Dunaher. Ia mengajak kaumnya dan dari orang-orang Arab untuk
memerangi Abrahah, tetapi pasukan yang sedikit itu dapat dengan mudah
dipatahkan oleh pasukan kafir yang besar itu. Kemudian Dunaher pun kalah
dan menjadi tawanan Abrahah. Pasukan Abrahah tersebut juga sempat
ditentang oleh Nufail bin Hubaid al-Aslami, namun Abrahah pun dapat
mengalahkan mereka dan berhasil menawan Nufail. Ketika Abrahah berada di
antara Taif dan Mekah, di sana ia merampas banyak harta dari kaum
Quraisy, dan di antara yang dirampasnya adalah dua ratus unta milik
Abdul Muthalib bin Hasyim. Saat itu Abdul Muthalib adalah salah seorang
pembesar Quraisy. Kedatangan utusan Abrahah di Mekah telah menimbulkan
gejolak pada kabilah-kabilah. Akhirnya kaum Quraisy bergerak, begitu
juga kaum Khananah. Tetapi mereka mengetahui bahwa mereka tidak memiliki
kemampuan untuk melawan Abrahah, sehingga mereka membiarkannya, lalu
tersebarlah di jazirah Arab berita tentang datangnya pasukan yang kuat.
Dalam surat yang dibawa oleh utusannya itu, Abrahah menyampaikan bahwa
ia tidak datang untuk memerangi mereka, namun ia datang hanya untuk
menghancurkan Ka'bah, jika mereka tidak menentangnya, maka darah mereka
tidak akan ditumpahkan. Lalu utusan itu menemui Abdul Muthalib, ia
menceritakan tentang keinginan Abrahah. Abdul Muthalib berkata: "Kami
tidak ingin memeranginya karena kami tidak memiliki kekuatan. Ka'bah
adalah rumah Allah Swt yang mulia dan suci. Jika Ia mencegahnya maka itu
adalah rumah-Nya, namun jika Ia membiarkannya, maka demi Allah kami
tidak memiliki kekuatan untuk mempertahankannya". Kemudian utusan itu
pergi bersama Abdul Muthalib menuju Abrahah. Abdul Muthalib memiliki
kewibawaan dan kehormatan yang mengagumkan. Ketika Abrahah melihatnya,
ia memberikan penghormatan dengan memuliakan dan mendudukannya di atas
sebuah permadani di sisinya. Kemudian ia berkata kepada penerjemahnya:
"Katakan padanya apa kebutuhannya?" Abdul Muthalib berkata: "Kebutuhanku
adalah agar Abrahah mengembalikan dua ratus ekor unta yang diambilnya
dariku". Ketika Abdul Muthalib mengatakan demikian, wajah Abrahah
berubah, lalu ia berkata kepada penerjemahnya: "katakan padanya sungguh
aku merasa kagum ketika melihatnya, kemudian aku merasakan kehati-hatian
saat berbicara dengannya, terus apakah dia (Abdul Mutholib) berbicara
denganku tentang dua ratus ekor unta yang telah aku ambil, lalu dia
(Abdul Mutholib) membiarkan rumah yang merupakan simbol agamanya yang
akan kuhancurkan dan dia tidak mempermasalahkannya sama sekali". Abdul
Muthalib menjawab: "Aku adalah pemilik unta, sedangkan pemilik rumah itu
adalah Tuhan yang akan melindunginya". Abrahah berkata : "Dia tidak
akan mampu melindunginya dariku". Abdul Muthalib menjawab: "Lihat saja
nanti". Selesailah dialog antara Abdul Muthalib dan Abrahah. Abrahah pun
mengembalikan unta yang telah dirampasnya. Abdul Muthalib pergi menemui
orang-orang Quraisy dan menceritakan apa yang dialaminya, dan ia
memerintahkan mereka untuk meninggalkan Mekah dan berlindung dibalik gua
dan gunung, termasuk Aminah binti Wahab. Akhirnya kota Mekah
dikosongkan oleh pemiliknya, kemudian Malaikat turun di bumi jazirah
Arab. Abdul Muthalib berdiri dan memegangi pintu Ka'bah dan berdiri
bersama dengan sekelompok orang Quraisy. Abdul Mutholib berdoa dan
meminta perlindungan-Nya. Para malaikat memerintahkan pasukan gajah agar
tidak melangkahkan kakinya sehingga gajah itu tetap di tempatnya.
Abrahah bertanya : "Mengapa pasukan tidak bergerak?" Kemudian dikatakan
kepadanya bahwa gajah-gajah menolak untuk bergerak. Abrahah mengangkat
cemetinya. Dengan muka emosi, ia ingin melihat apa yang sebenarnya
terjadi dengan gajah-gajahnya. Abrahah mengangkat pandangannya ke arah
langit. Mula-mula ia mengira bahwa ia melihat sekawanan awan yang hitam.
Kemudian ia mengamati awan tersebut, yang ternyata bukan awan biasa,
melainkan sekelompok burung yang menutupi cahaya matahari yang
menyerupai awan tebal. Mereka adalah burung Ababil yang berjumlah
banyak. Pasukan gajah berteriak ketakutan. Abrahah berteriak di
tengah-tengah pasukannya agar pasukan gajah diusahakan untuk maju secara
paksa. Pada saat itu terbukalah salah satu jendela dari jendela
al-jahim, dan burung-burung itu menghujani pasukan dengan batu dari
Siffil, yaitu batu yang sama yang pernah dihujankan kepada kaum Nabi
Luth. Para tentara Abrahah kembali dalam keadaan binasa di mana
daging-daging dan tubuh mereka berceceran dijalan. Abrahahpun
mendapatkan luka dan terbelah dadanya hingga mati. Kemudian jasad para
pasukannya tersebar dan berceceran di bumi, seperti tanaman yang dimakan
oleh binatang. Setelah mendekati setengah abad, turunlah satu surah di
Mekah yang menceritakan tentang peristiwa itu :"Apakah kamu tidak
memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara gajah?
Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan
Kakbah) itu sia-sia? Dan Dia mengirimkan "ada mereka burung yang
berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari
tanah yang terbakar, lalu Dia menjadikan mereka seperti daun yang
dimakan (ulat”). (QS. al-Fiil: 1-5)Pasukan gajah yang ingin
memporak-porandakan Mekah dikalahkan. Kemudian mereka dihancurkan dan
Allah pemilik Kakbah melindungi rumah suci-Nya. Allah Swt sebagai
Pelindung Ka'bah memeliharanya, karena adanya hikmah yang tinggi; Allah
Swt melindungi Ka’bah agar tempat itu menjadi tempat yang damai bagi
manusia dan supaya tempat itu menjadi pusat dari akidah yang baru dan
menjadi tanah bebas yang aman dan makmur. Di tengah-tengah kegembiraan
Mekah karena keselamatan penghuninya dan selamatnya Ka'bah, Aminah binti
Wahab bermimpi : di suatu malam ia menyaksikan dirinya berdiri
sendirian di tengah-tengah gurun, dan telah keluar dari dirinya suatu
cahaya besar yang menyinari timur dan barat dan terbentang hingga
langit. Aminah tiba-tiba terbangun dari tidurnya namun ia tidak
mengetahui tafsir dari mimpinya. Berlalulah hari demi hari dari tahun
gajah. Dan pada waktu sahur pada malam senin hari kedua belas bulan
Rabiul Awal, Aminah melahirkan seorang anak lelaki, putra dari Abdillah
bin Abdul Muthalib, seorang cucu dari Ismail bin Ibrahim AS. Sebelum ia
dilahirkan, dunia mati karena kehausan akan cinta, rahmat, dan keadilan.
Ketika jantung dunia telah terkena kekeringan maka memancarlah dari
timur mata air keimanan yang jernih yang menjadi puas dengannya separo
dunia. Dan mukjizat besar terjadi ketika mata air ini mengeluarkan air
yang jernih dari jantung gurun yang paling tandus di dunia, yaitu gurun
jazirah Arab. Anak kecil inilah yang kemudian bertanggungjawab untuk
memberikan minum kepada dunia yang haus akan cinta dan keadilan. Anak
ini merupakan manusia pilihan terbaik dari keluarga Bani Hasyim dan
merupakan yang termuda dari keluarga ayah bundanya. Sebagaimana
diketahui, Bani Hasyim adalah silsilah keturunan Adnan, bapak semua
orang Arab yang berasal dari keturunan Nabi Ismail bin Nabi Ibrahim as.
Al-Baihaqiy mengetengahkan sebuah riwayat berasal dari Fatimah
AtsTsaqafiyyah yang menyaksikan sendiri detik-detik kelahiran Muhammad
Saw. Ia mengatakan: "Aku hadir dan menyaksikan sendiri kelahiran
Muhammad Saw. Ketika itu ,aku melihat cahaya terang menyinari seisi
rumah tempat beliau dilahirkan. Selain itu aku pun melihat beberapa buah
bintang bersinar turun mendekat hingga aku merasa seolah-olah
bintang-bintang itu hendak menjatuhi diriku. Pada malam kelahiran bayi
tersebut, tampak berbagai tanda-tanda luar biasa. Bumi goncang dilanda
gempa hingga berhala-hala yang terpancang di sekitar Kakbah jatuh
bergelimpangan. Beberapa buah gereja dan biara runtuh serta balairung
istana Kisra di Persia retak dan roboh, disusul oleh padamnya api
sesembahan orang Majusi di Persia. Dengan padamnya api sesembahan itu,
mereka cemas dan khawatir, semuanya menduga bahwa ini adalah tanda yang
menunjukkan telah terjadinya peristiwa besar di dunia. Peristiwa itu
tidak lain, adalah kelahiran Muhammad Saw, Di Mekah Al Musyarofah.
Beberapa saat setelah beliau Saw lahir, bundanya segera mengutus
seseorang menemui Abdul Muththalib, untuk menyampaikan berita gembira
tentang kelahiran cucu yang telah lama dinantikan. Abdul Muththalib
cepat-cepat datang dan menimang-nimang cucunya dengan bangga dan
bahagia. Pada saat itulah ia memperoleh ilham dari Allah Swt supaya
menamainya "Muhammad", sebagaimana yang terdapat di dalam Taurat dan
Injil. Pada masa itu tidak ada orang Arab yang bernama Muhammad selain
tiga orang. Nama tersebut diberikan oleh ayah ayah mereka berdasarkan
pendengaran mereka bahwa beberapa orang ahli nujum mencanangkan akan
datangnya seorang Nabi di Hijaz bernama Muhammad. Kemudian mereka
bernazar bila mendapat anak lelaki akan dinamai "Muhammad". Tiga orang
yang masing-masing bernama "Muhammad" itu ialah, Muhammad bin Sufyan
At-Taimiy, Muhammad bin Bilal-Ausiy dan Muhammad bin Hamran al-Jahfiy.
(RDK Dari berbagai sumber)
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul:
DETIK-DETIK KELAHIRAN RASULULLAH S.A.W.
Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke
http://fadhilaizki.blogspot.com/2014/09/detik-detik-kelahiran-rasulullah-saw.html
. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.
Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
0 komentar :
Posting Komentar