Wafat Di Hadapan Auliya, Terkabulnya Doa Sang Sufi
Rabu, 10 September 2014
0
komentar
Konon,
ada seorang waliyullah bernama Syekh Abu Jahir. Beliau bersama istri
dan keluarganya hijrah meninggalkan kampung halamannya. Di tempat baru
ini, beliau mendirikan sebuah masjid dan majlis ta'lim. Bersama dengan
keluarganya beliau tekun beribadah dan mengajarkan agama Islam. Hampir
setiap hari beliau dikunjungi orang dari berbagai daerah yang ingin
belajar mendalami agama Islam kepadanya. Pada suatu hari seorang
waliyullah bernama Syekh Sholeh Al-Mari Al-Mari bermaksud ziarah untuk
ngalap berkah (mengharapkan keberkahan) kepada beliau. Sampai hari yang
telah ditentukannya, Syekh Sholeh Al-Mari menuju negeri tempat tinggal
Syekh Abu Jahir. Di tengah perjalanan, beliau bertemu dengan Syekh
Muhammad bin Wasi’ salah satu sahabatnya. “Assalamu'alaikum,” salam
Syekh Sholeh Al-Mari. “Wa'alaikum salam warahmatullah,” jawab Syekh
Muhammad. Kemudian mereka saling berpelukan dan bertanya kabar
masing-masing serta berbincang-bincang melepas kerinduan, karena lama
tidak berjumpa. “Engkau hendak pergi ke mana?,” tanya Syekh Muhammad.
“Saya hendak ziarah kepada Syekh Abu Jahir,” jawabnya. “Ke kediaman
Syekh Abu Jahir?,” tanyanya heran. “Ya, betul,” jawabnya tegas.
“Masyaallah, saya juga hendak pergi kesana,” tanggapnya. Keduanya pun
berangkat menuju ke tempat tinggal Syekh Abu Jahir. Di tengah
perjalanan, mereka bertemu dengan seorang Syekh Hubaib al-Ajami. Mereka
saling bersalaman dan juga bertanya kabar masing-masing. “Hendak ke mana
anda berdua ini?,” tanya Syekh Hubaib Al-Ajami. “Kami hendak ziarah
kepada Syekh Abu Jahir” “Saya juga dalam perjalanan ke sana,” sahut
Syekh Hubaib. “Kalau begitu mari kita pergi bersama,” ajak mereka
berdua. Mereka bertiga meneruskan perjalanan dengan penuh kegembiraan
karena perjalanan mereka bertambah ramai. Setelah menempuh perjalanan
yang agak lama, tiba-tiba mereka berjumpa dengan Syekh Malik bin Dinar,
seorang waliyullah yang masyhur pada waktu itu. Mereka kemudian saling
bersalaman pula seperti biasanya ketika para waliyullah bertemu. “Kalian
hendak pergi ke mana?,” tanya Syekh Malik bin Dinar. “Kami bertiga
hendak ziarah kepada Syekh Abu Jahir,” jawab mereka bertiga.
“Subhanallah, saya juga sedang menuju ke sana,” lanjut Syekh Malik bin
Dinar. “Kalau begitu, mari kita pergi bersama-sama,” pinta salah satu
dari mereka bertiga. Perjalanan lebih mengasyikkan karena jumlah mereka
bertambah yakni menjadi empat orang dengan tujuan yang sama yaitu hendak
ziarah kepada Syekh Abu Jahir. Dengan kuasa Allah swt, sebelum sampai
di kediaman Syekh Abu Jahir, mereka berempat berjumpa dengan waliyullah
yang bernama Syekh Thabit Al-Bannani. Seperti biasanya mereka pun
bersalaman dan berpelukan kemudian saling bertanya kabar masing-masing.
“Kalian hendak ke mana?,” tanya Syekh Thabit. “Kami hendak ziarah ke
kediaman Syekh Abu Jahir,” jawabnya bersamaan. “Masyaallah, saya juga
hendak ke sana,” sahut Syekh Thabit. “Kalau begitu, mari kita pergi
bersama,” ajak Syekh Sholeh Al-Mari. “Segala puji bagi Allah swt. yang
telah mempertemukan kita dan pergi bersama-sama walaupun tanpa
perjanjian untuk ziarah kepada Syekh Abu Jahir,” kata Syekh Thabit
Al-Bannani. Kemudian mereka bersama meneruskan perjalanan menuju
kediaman Syekh Abu Jahir. Sepanjang perjalanan, mereka tidak
henti-hentinya memuji dan bersyukur kepada Allah swt. yang memberikan
kesempatan berjalan untuk ziarah kepada Syekh Abu Jahir yang terkenal
sebagai waliyullah. Setelah berjalan begitu lama, mereka beristirahat
untuk menunaikan shalat. “Marilah kita istirahat dulu dan shalat dua
rakaat di sini, agar tempat ini menjadi saksi di hadapan Allah swt.
kelak di hari kiamat,” kata Syekh Thabit Al-Bannani. “Satu amal
kebajikan sangat besar sekali pahalanya, ” sahut yang lain. Lalu mereka
mengerjakan shalat bersama-sama dengan khusyu' dan tawadu'. Seusai
shalat, mereka berdoa untuk kebaikan umat Islam di dunia dan di akhirat.
Kemudian mereka meneruskan perjalanan dan akhirnya tiba di kediaman
Syekh Abu Jahir. Sesampainya di sana, mereka tidak terburu-buru mengetuk
pintu untuk masuk tetapi mereka menunggu Syekh Abu Jahir sampai keluar
untuk menunaikan shalat. Tidak lama kemudian waktu dhuhur tiba. Maka
keluarlah Syekh Abu Jahir dari dalam kediamannya dengan tanpa bercakap
apa-apa langsung masuk ke masjid dan shalat bersama para muridnya.
Kelima tamunya pun ikut shalat berjamaah dengan beliau. Selepas shalat,
mereka menemui Syekh Abu Jahir satu persatu. Pertama kali yang masuk
adalah Syekh Muhammad bin Wasi’. “Assalamu'alaikum,” salam Syekh
Muhammad. “Wa'alaikum salam,” jawab Syekh Abu Jahir “Anda ini siapa?,”
tanyanya menyambung. “Saya saudaramu, Muhammad bin Wasi’,“ jelasnya.
“Masyaallah, Kalau begitu anda orang Basrah yang terkenal paling bagus
shalatnya itu kan?,” tegasnya sambil tercengang. Syekh Muhammad diam
tanpa berkata apa-apa. Selanjutnya disusul Syekh Thabit Al-Bannani
masuk. “Siapakah anda ini?,” tanya Syekh Abu Jahir. “Saya saudaramu,
Thabit Al-Bannani”. “Masyaallah, kalau begitu anda yang dikatakan orang
Basrah yang paling banyak shalatnya itu kan?,” Tanya Syekh Abu jahir.
Syekh Thabit juga diam tanpa berkata apa-apa. Tiba giliran Syekh Malik
bin Dinar. Syekh Abu jahir bertanya kepadanya. “Siapakah anda ini?,”
tanya Syekh Abu Jahir. “Saya saudaramu, Malik bin Dinar,” jawabnya.
“Masyaallah, jadi kamulah yang termasyhur sebagai orang yang paling
zuhud di kalangan penduduk Basrah, bukan?,” Syekh Malik juga tidak
berkata apa-apa. Kemudian Syekh Hubaib Al-Ajami menghadap Syekh Abu
jahir. Beliau pun sama bertanya dengannya. “Anda ini siapa?,” tanya
Syekh Abu Jahir. “Saya saudaramu, Hubaib Al-Ajami,” jawabnya.
“Masyaallah, kalau begitu anda yang terkenal di kalangan penduduk Basrah
sebagai orang yang mustajab do'anya,” kata Syekh Abu Jahir. Seperti
yang lain, Syekh Hubaib diam. Akhirnya tiba giliran Syekh Sholeh Al-Mari
maju menghadap kepada Syekh Abu jahir. Beliaupun bertanya. “Anda
siapa?,” tanya Syekh Abu Jahir. “Saya saudaramu, Sholeh Al-Mari,”
jawabnya. “Subhanallah, kalau begitu anda yang terkenal di kalangan
penduduk Basrah sebagai qari' yang fasih dan bagus suaranya,” kata Syekh
Abu jahir. Syekh Sholeh Al-Mari juga tidak menjawab. Syekh Abu jahir
bertafsayar sebentar seperti mengenangkan sesuatu. “Saya sebenarnya
sangat rindu dan ingin mendengar suaramu wahai saudaraku,” kata Syekh
Abu Jahir kepada Syekh Sholeh Al-Mari. “untuk itu, bacakan empat atau
lima ayat dari Al-Qur'an sebagai pengobat rinduku,” lanjtnya sambil
memohon. Syekh Sholeh Al-Mari memenui permintaannya, lalu beliau membuka
Al-Qur'an dan membaca surat Al-Furqan ayat 22-23 yang berbunyi: يَوْمَ
يَرَوْنَ الْمَلائِكَةَ لابُشْرَى يَوْمَئِذٍ لِلْمُجْرِمِيْنَ
وَيَقُوْلُوْنَ حِجْرًا مَحْجُوْرًا, وَقَدِمْنَا إِلَى مَاعَمِلُوْا مِنْ
عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُوْرًا Artinya: “Pada hari mereka
melihat malaikat di hari itu tidak ada kabar gembira bagi orang-orang
yang berdosa, dan mereka berkata “Hijran mahjuuraa”. Dan kami hadapi
segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan)
debu yang beterbangan,” (Al-Furqan; 22-23). Ketika Syekh Abu Jahir
mendengar bacaan yang artinya; 'debu yang berterbangan’, maka beliau
berteriak sangat kuat, sehingga pingsan di tempat sujudnya yang
disebabkan rasa ketsayatan yang teramat kepada Allah swt. ketika sadar
dari pingsannya, beliau berkata, “ulangi bacaan ayat tadi”. Maka Syekh
Sholeh Al-Mari mengulanginya, dan ketika sampai ayat yang sama Syekh Abu
Jahir berteriak sangat kuat lagi, sehingga terjatuh untuk yang kedua
kalinya dan wafat seketika itu juga. Syekh Sholeh Al-Mari dan
teman-teman sangat terkejut menyaksikan kejadian tersebut. Yaitu wafat
dalam keadaan amat ketsayatan mendengar kalam ilahi. Tidak lama kemudian
istri Syekh Abu Jahir muncul dan bertanya. “Siapakah kalian ini?,”
tanya istri Syekh Abu Jahir. “Kami datang dari Basrah, beliau Malik bin
Dinar, Hubaib Al-Ajami, Muhammad bin Wasi’, Thabit Al-Bannani sedangkan
saya sendiri adalah Sholeh Al-Mari,” jawab Sholeh sambil memperkenalkan
satu-persatu kepada istri Syekh Abu Jahir. Tiba-tiba perempuan itu
berkata, “Innaa lillaahi wainnaa ilaihi raaji'uun... Syekh Abu Jahir
telah wafat”. Mendengar itu Syekh Sholeh Al-Mari dan sahabat-sahabatnya
merasa heran terhadap istri beliau itu, karena tiba-tiba mengerti bahwa
suaminya telah wafat. Padahal beliau tidak menyaksikannya dan mereka
juga belum memberitahu apa yang telah terjadi. “Dari mana kamu tahu
bahwa Syekh Abu Jahir telah wafat?,” tanya mereka keheranan. “Saya
sering mendengar doanya, bahwa beliau sering mengucapkan, “Ya… Allah,
kumpulkanlah para Aulia-Mu pada saat ajalku,” jelasnya. “Jadi, tidaklah
kalian berkumpul di sini, melainkan untuk menyaksikan Syekh Abu Jahir
wafat?,” sambungnya. Ternyata doa Syekh Abu Jahir telah dikabulkan Allah
swt. Wallahua’lam bisshawwab
Dikutip : almihrab.com
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul:
Wafat Di Hadapan Auliya, Terkabulnya Doa Sang Sufi
Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke
http://fadhilaizki.blogspot.com/2014/09/wafat-di-hadapan-auliya-terkabulnya-doa.html
. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.
Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
0 komentar :
Posting Komentar