Syeikh Muhammad Bahauddin An Naqsabandi RA
Rabu, 12 November 2014
0
komentar
Nama lengkap beliau adalah Syeikh Bahauddin Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Asy Syarif Al Husaini Al Hasani Al Uwaisi Al Bukhari QS (Syech Naqsyabandy) Dilahirkan di Qashrul ‘Arifan, Bukhara, Uzbekistan tanggal 15 Muharram tahun tahun 717 H atau tahun 1317 M. Syeikh Naqsyabandi lahir dari lingkungan keluarga sosial yang baik dan kelahirannya disertai oleh kejadian yang aneh. Menurut satu riwayat, jauh sebelum tiba waktu kelahirannya sudah ada tanda- tanda aneh yaitu bau harum semerbak di desa kelahirannya itu. Bau harum itu tercium ketika rombongan Syeikh Muhammad Baba As Sammasi QS, (silsilah ke- 13), seorang wali besar dari Sammas (sekitar 4 km dari Bukhara), bersama pengikutnya melewati desa tersebut. Ketika itu As Samasi berkata
“Bau harum yang kita cium sekarang ini datang dari seorang laki- laki yangakan lahir di desa ini”. Sekitar tiga hari sebelum Naqsyabandi lahir, wali besar ini kembali menegaskan bahwa bau harum itu semakin semerbak.
Dari awal, ia memiliki kaitan erat dengan Khwajagan, yaitu para guru dalam mata rantai Thariqat Naqsyabandi. Sejak masih bayi, ia di adopsi sebagai anak spiritual oleh salah seorang dari mereka, yaitu Syeih Baba Muhammad Sammasi yang merupakan pemandu pertamanya dalam jalur ini,dan yang lebih penting lagi adalah hubungannya dengan penerus (khalifah) Sammasi, yaitu Syeikh Amir Kulal, yang merupakan rantai terakhir dalam silsilah sebelum Bahauddin. Bahauddin mendapat latihan dasar dalam jalur ini dari Syeikh Amir Kulal, yang juga merupakan sahabat dekatnya selama bertahun-tahun.
Pada suatu saat, Bahauddin mendapat instruksi secara "rohani" oleh Syeikh Abdul Khaliq Gajadwani (yang telah meninggal secara jasmani) untuk melakukan dzikir secara hening (tanpa suara). Meskipun Syeikh Amir Kulal adalah keturunan spiritual dari Syeikh Abdul Khaliq, Syeikh Amir Kulal mempraktekkan dzikir yang dilakukan dengan bersuara. Setelah mendapat petunjuk mengenai dzikir diam tersebut, Bahauddin lantas absen dari kelompok ketika mereka mengadakan dzikir bersuara.
Setelah Bahauddin lahir, dia segera dibawa oleh ayahnya kepada Syeikh Muhammad Baba As Samasi yang menerimanya dengan gembira. Syeikh As Samasi berkata, “Ini adalah anakku, dan menjadi saksilah kamu bahwa aku menerimanya”. Bahauddin rajin menuntut ilmu dan dengan senang hati menekuni tasawuf. Dia belajar tasawuf kepada Syeikh Muhammad Baba as Samasi ketika beliau berusia 18 tahun. Untuk itu beliau bermukim di Sammas dan belajar di situ sampai gurunya (Syeikh As Samasi) wafat. Sebelum Syeikh As Samasi wafat, beliau mengangkat Bahauddin sebagai khalifahnya. Setelah gurunya wafat, dia pergi ke Samarkand, kemudian pulang ke Bukhara, setelah itu pulang ke desa tempat kelahirannya. Setelah belajar dengan Syeikh Baba As Samasi (silsilah ke 13), Naqsyabandi belajar ilmu thariqat kepada seorang wali qutub di Nasyaf, yaitu Syeikh As Sayyid Amir Kulal QS (silsilah ke- 14).
Syeikh Naqsyabandi pernah bertemu secara rohani dengan Syeikh Abdul Khaliq Fadjuani dan di ajarkan zikir khafi serta suluk. Sejak masa Syeikh Arif Ar Riwikari sampai Syeikh Amir Kulal, dzikir/tawajuh bersama dilakukan secara zahar akan tetapi kalau dzikir sendiri secara khafi, Syeikh Bahauddin Naqsyabandi tidak pernah ikut bertawajuh dengan Syeikh Amir Kullal yang dzikir bersama secara zahar, hal ini menimbulkan prasangka buruk pada murid-murid gurunya yang tidak mengerti duduk persoalan. Akan tetapi Syeikh Amir Kullal justru bertambah sayang dan cinta kepada Syeikh Bahauddin Naqsyabandi.
Suatu hari Syeikh Bahauddin Naqsyabandi di panggil oleh Gurunya dan berkata, “ Duuh putraku Bahauddin, kebetulan sekali pada waktu ini saudara-saudara kita terutama para Khalifahku sedang berkumpul, aku akan berkata kepadamu, supaya disaksikan oleh para hadirin: Bahauddin!! Supaya engkau tahu, bersamaan hidmahmu disini, Alhamdulillah aku telah melaksanakan wasiat guruku alhmarhum Syeikh Muhammad Baba As Sammasi (lalu Syeikh Amir Kullal memberi isyarat pada susunya), dan berkata kepadanya: Engkau telah meneteki susu pendidikanku ini sampai kering, tetapi wadahmu terlalu besar dan persiapanmu sangat kuat, maka itu aku telah mengizinkan kepadamu supaya meninggalkan tempat ini untuk mencari beberapa guru supaya kamu menambah beberapa faedah yang perlu dari mereka dan keluberan Nur Ilahi yang selaras dengan cita-citamu yang agung itu. Aku hanya bisa memberi ancar-ancar carilah guru dari tanah Tajik dan dari tanah Turki”.
Setelah meminta izin dari Syeikh Amir Kulal selanjutnya Syeikh Bahauddin Naqsyabandi berguru kepada Syeikh ‘Arifuddin Karoni selama tujuh tahun, kemudian berguru kepada Syeikh Maulana Qatsam selama dua tahun terkahir kepada Syeikh Darwisy Khalil dari Turki selama dua belas tahun. Syeikh Bahauddin Naqsyabandi telah melaksanakan titah gurunya (Syeikh Amir Khulal) demikian juga fatwa-fatwa dari Syeikh Abdul Khaliq Fadjuani untuk memperdalam ilmu-ilmu syariat secara mendalam sehingga sempurnalah ilmu yang Beliau peroleh. Syeikh Bahauddin Naqsyabadi pernah menyanjung ilmu thariqatnya dengan ucapan “Permulaan pelajaran Thariqatku adalah akhir dari pelajaran semua thariqat”. Pisahnya Syeikh Bahauddin Naqsyabandi dari kelompok Syeikh Amir Kulal ini mungkin bisa dianggap sebagai penanda terwujudnya "Thariqat Naqsyabandi", yang ajarannya didapat dari Syeikh Abdul Khaliq, yang ujungnya berasal dari Khalifah Abu Bakar As yang diperoleh langsung dari Nabi Muhammad SAW.
Al Qutub, Auliya Allah, Penasehat Utama Sultan Khalil di Samarqan,fatwa-fatwanya menjadi rujukan Hakim-Hakim Agung dalam memutuskanperkara. Karena kebesaran namanya, Tarekat yang di pimpinnya tersebardengan cepat dan termashur serta memiliki pengikut yang sangat banyakdan tersebar ke seluruh dunia.
Beliau meletakkan dasar-dasar zikir qalbi yang sirri, zikir batin qalbi yang tidak berbunyi dan tidak bergerak, dan beliau meletakkan kemurnian ibadat semata-mata lillahi ta’ala, tergambar dalam do’a beliau yang diajarkan kepada murid-muridnya “Ilahi anta makshuudi waridlaakamathluubi”, secara murni meneruskan ibadat Tratiwatus Sirriyah zaman Rasulullah, Thariqatul Ubudiyyah zaman Abu Bakar Siddiq dan Thariqatus Siddiqiyah zaman Salman al-Farisi. Beliau amat masyhur dengan keramat-keramatnya dan makmur dengan kekayaannya, lagi terkenal sebagai wali akbar dan wali qutub yang afdal, yang amat tinggi hakikat dan marifatnya. Dari murid-muridnya dahulu sampai dengan sekarang, banyak melahirkan wali-wali besar di Timur maupun di Barat, sehingga ajarannya meluas ke seluruh pelosok dunia. Beliau pulalah yang mengatur pelaksanaan iktikaf atau suluk dari 40 (empat puluh) hari menjadi 10 (sepuluh) hari, yang dilaksanakan secara efisien dan efektif, dengan disiplin dan ada suluk yang teguh. Syeikh Naqsyabandi wafat pada malam Senin Tanggal 3 Rabi’ul Awal tahun 791 H dalam usia 74 tahun.
Syeikh Naqsyabandi meninggalkan banyak penerus, yang paling terhormat diantara mereka adalah Syeikh Muhammad bin Muhammad Alauddin al-Khwarazmial-Bukhari al-Attar QS, dan Syeikh Muhammad bin Muhammad bin Mahmoudal-Hafizi QS, yang dikenal sebagai Muhammad Parsa, penulis Risalah Qudsiyyah. Kepada yang pertamalah Syeikh Bahauddin Naqsyabandi meneruskan Ilmunya dan menjadi Ahli Silsilah ke-16.
Syeikh Muhammmad Baba As Sammasy adalah guru pertama kali dari Syeikh Muhammad Bahauddin RA, yang telah mengetahui sebelumnya tentang akan lahirnya seseorang yang akan menjadi orang besar, yang mulia dan agung baik disisi Allah SWT, maupun dihadapan sesama manusia di desa Qoshrul Arifan yang tidak lain adalah Syeikh Bahauddin Naqsyabandi.
Di dalam asuhan, didikan dan gemblengan dari Syeikh Muhammad Baba As Sammasi inilah Syeikh Muhammad Bahauddin mencapai keberhasilan di dalam mendekatkan diri kepada Allah Swt, sampai Syeikh Muhammad Baba As Sammasi menganugerahinya sebuah “kopiah wasiat al Azizan” yang membuat cita-citanya untuk lebih dekat dan wusul kepada Allah SWT. semakin meningkat dan bertambah kuat. Hingga pada suatu saat, Syeikh Muhammad Bahauddin Naqsyabandi RA, melaksanakan sholat lail di Masjid. Dalam salah satu sujudnya hati beliau bergetar dengan getaran yang sangat menyejukkan sampai terasa hadir dihadapan Allah (tadhoru’). Saat itu beliau berdo’a, “Ya Allah berilah aku kekuatan untuk menerima bala’ dan cobaanya mahabbbah (cinta kepada Allah)”.
Setelah subuh, Syekh Muhammad Baba yang memang seorang waliyullah yangkasyaf (mengetahui yang ghoib dan yang akan terjadi) berkata kepadaSyekh Bahauddin, “Sebaiknya kamu dalam berdo’a begini, “Ya Allahberilah aku apa saja yang Engkau ridloi”. Karena Allah tidak ridlo jikahamba-Nya terkena bala’ dan kalau memberi cobaan, maka juga memberikekuatan dan memberikan kepahaman terhadap hikmahnya”. Sejak saat ituSyekh Bahauddin seringkali berdo’a sesuai dengan apa yang diperintahkanoleh Syekh Muhammad baba.
Untuk lebih berhasil dalam pendekatan diri kepada Sang Kholiq, Syekh Bahauddin sering kali berkholwat menyepikan hatinya dari keramaian dan kesibukan dunia. Ketika beliau berkholwat dengan beberapa sahabatnya,waktu itu ada keinginan yang cukup kuat dalam diri Syekh Bahauddin untuk bercakap-cakap. Saat itulah secara tiba-tiba ada suara yang tertuju pada beliau, “He, sekarang kamu sudah waktunya untuk berpaling dari sesuatu selain Aku (Allah)”. Setelah mendengar suara tersebut,hati Syekh Bahauddin langsung bergetar dengan kencangnya, tubuhnyamenggigil, perasaannya tidak menentu hingga beliau berjalan kesana kemari seperti orang bingung. Setelah merasa cukup tenang, Syekh Bahauddin menyiram tubuhnya lalu wudlu dan mengerjakan sholat sunah duarokaat. Dalam sholat inilah beliau merasakan kekhusukan yang luarbiasa, seolah-olah beliau berkomunikasi langsung dengan Allah Swt.
Saat Syekh Bahauddin mengalami jadzab yang pertama kali beliau mendengar suara, “Mengapa kamu menjalankan thoriq yang seperti itu ?“Biar tercapai tujuanku’, jawab Syekh Muhammad Bahauddin. Terdengarlagi suara, “Jika demikian maka semua perintah-Ku harus dijalankan.Syekh Muhammad Bahauddin berkata “Ya Allah, aku akan melaksanakan semampuku dan ternyata sampai 15 hari lamanya beliau masih merasakeberatan. Terus terdengar lagi suara, “Ya sudah, sekarang apa yang ingin kamu tuju ? Syekh Bahauddin menjawab, “Aku ingin thoriqoh yang setiap orang bisa menjalankan dan bisa mudah wushul ilallah”.
Hingga pada suatu malam saat berziarah di makam Syekh Muhammad Wasi’,beliau melihat lampunya kurang terang padahal minyaknya masih banyak dan sumbunya juga masih panjang. Tak lama kemudian ada isyarat untuk pindah berziarah ke makam Syekh Ahmad al Ahfar Buli, tetapi disini lampunya juga seperti tadi. Terus Syekh Bahauddin diajak oleh dua orang ke makam Syekh Muzdakhin, disini lampunya juga sama seperti tadi,sampai tak terasa hati Syekh Bahauddin berkata, “Isyarat apakah ini ?”
Kemudian Syekh Bahauddin, duduk menghadap kiblat sambil bertawajuh dan tanpa sadar beliau melihat pagar tembok terkuak secara perlahan-lahan,mulailah terlihat sebuah kursi yang cukup tinggi sedang diduduki oleh seseorang yang sangat berwibawa dimana wajahnya terpancar nur yangn berkilau. Disamping kanan dan kirinya terdapat beberapa jamaah termasuk guru beliau yang telah wafat, Syekh Muhammad Baba.
Salah satu dari mereka berkata, “Orang mulia ini adalah Syekh Muhammad Abdul Kholiq al Ghojdawaniy dan yang lain adalah kholifahnya. Lalu ada yang menunjuk, ini Syekh Ahmad Shodiq, Syekh Auliya’ Kabir, ini Syekh Mahmud al Anjir dan ini Syekh Muhammad Baba yang ketika kamu hidup telah menjadi gurumu. Kemudian Syekh Muhammad Abdul Kholiq alGhojdawaniy memberikan penjelasan mengenai hal-hal yang dialami Syekh Muhammad Bahauddin, “Sesunguhnya lampu yang kamu lihat tadi merupakan perlambang bahwa keadaanmu itu sebetulnya terlihat kuat untuk menerima thoriqoh ini, akan tetapi masih membutuhkan dan harus menambah kesungguhan sehingga betul-betul siap. Untuk itu kamu harus betul-betulmenjalankan 3 perkara :
1. Istiqomah mengukuhkan syariat.
2. Beramar Ma’ruf Nahi mungkar.
3. Menetapi azimah (kesungguhan) dengan arti menjalankan agama dengan mantap tanpa memilih yang ringan-ringan apalagi yang bid’ah dan berpedoman pada perilaku Rasulullah Saw. dan para sahabat Ra.
Kemudian untuk membuktikan kebenaran pertemuan kasyaf ini, besok pagi berangkatlah kamu untuk sowan ke Syekh Maulana Syamsudin al An-Yakutiy,di sana nanti haturkanlah kejadian pertemuan ini. Kemudian besoknya lagi, berangkatlah lagi ke Sayyid Amir Kilal di desa Nasaf dan bawalah kopiah wasiat al Azizan dan letakkanlah dihadapan beliau dan kamu tidak perlu berkata apa-apa, nanti beliau sudah tahu sendiri”.
Syekh Bahauddin setelah bertemu dengan Sayyid Amir Kilal segera meletakkan “kopiah wasiat al Azizan” pemberian dari gurunya. Saat melihat kopiah wasiat al Azizan, Sayyid Amir Kilal mengetahui bahwa orang yang ada didepannya adalah syekh Bahauddin yang telah diwasiatkan oleh Syekh Muhammad Baba sebelum wafat untuk meneruskan mendidiknya.
Syekh Bahauddiin di didik pertama kali oleh Sayyid Amir Kilal dengan kholwat selama sepuluh hari, selanjutnya dzikir nafi itsbat dengan sirri. Setelah semua dijalankan dengan kesungguhan dan berhasil,kemudian beliau disuruh memantapkannnya lagi dengan tambahan pelajaran beberapa ilmu seperti, ilmu syariat, hadist-hadist dan akhlaqnya Rasulullah Saw. dan para sahabat. Setelah semua perintah dari SyekhAbdul Kholiq di dalam alam kasyaf itu benar–benar dijalankan dengan kesungguhan oleh Syekh Bahauddin mulai jelas itu adalah hal yang nyata dan semua sukses bahkan beliau mengalami kemajuan yang sangat pesat.
Jadi toriqoh An Naqsyabandiy itu jalur ke atas dari Syekh Muhammad Abdul Kholiq al Ghojdawaniy ke atasnya lagi dari Syekh Yusuf al Hamadaniy seorang Wali Qutub masyhur sebelum Syekh Abdul Qodir alJailaniy. Syekh Yusuf al Hamadaniy ini kalau berkata mati kepada seseorang maka mati seketika, berkata hidup ya langsung hidup kembali,lalu naiknya lagi melalui Syekh Abu Yazid al Busthomi naik sampaisahabat Abu Bakar Shiddiq Ra. Adapun dzikir sirri itu asalnya dari Syekh Muhammad Abdul Kholiq al ghojdawaniy yang mengaji tafsir dihadapan Syekh Sodruddin. Pada saat sampai ayat, “Berdo’alah kepadaTuhanmu dengan cara tadhorru’ dan menyamarkan diri”…
Lalu beliau berkata bagaimana haqiqatnya dzikir khofiy /dzikir sirridan kaifiyahnya itu ? jawab sang guru : o, itu ilmu laduni dan insyaAllah kamu akan diajari dzikir khofiy. Akhirnya yang memberi pelajaranlangsung adalah nabi Khidhir as.
Pada suatu hari Syekh Muhammad Bahauddin Ra. bersama salah seorang sahabat karib yang bernama Muhammad Zahid pergi ke Padang pasir dengan membawa cangkul. Kemudian ada hal yang mengharuskannya untuk membuang cangkul tersebut. Lalu berbicara tentang ma’rifat sampai datang dalam pembicaraan tentang ubudiyah “Lha kalau sekarang pembicaraan kita sampai begini kan berarti sudah sampai derajat yang kalau mengatakan kepada teman, matilah, maka akan mati seketika”. Lalu tanpa sengaja Syekh Muhammad Bahauddin berkata kepada Muhammad Zahid, “matilah kamu!,Seketika itu Muhammad Zahid mati dari pagi sampai waktu dhuhur.
Melihat hal tersebut Syekh Muhammad Bahauddin Ra. menjadi kebingungan,apalagi melihat mayat temannya yang telah berubah terkena panasnya matahari. Tiba-tiba ada ilham “He, Muhammad, berkatalah ahyi (hiduplahkamu). Kemudian Syekh Muhammad Bahauddin Ra. berkata ahyi sebanyak 3kali, saat itulah terlihat mayat Muhammad Zahid mulai bergerak sedikit demi sedikit hingga kembali seperti semula. Ini adalah pengalaman pertama kali Syekh Muhammad Bahauddin Ra. dan yang menunjukkan bahwabeliau adalah seorang Wali yang sangat mustajab do’anya.
Syekh Tajuddin salah satu santri Syekh Muhammad Bahauddin Ra berkata,“Ketika aku disuruh guruku, dari Qoshrul ‘Arifan menuju Bukhara yang jaraknya hanya satu pos aku jalankan dengan sangat cepat, karena aku berjalan sambil terbang di udara. Suatu ketika saat aku terbang ke Bukhara, dalam perjalanan terbang tersebut aku bertemu dengan guruku.Semenjak itu kekuatanku untuk terbang di cabut oleh Syekh Muhammad Bahauddin Ra, dan seketika itu aku tidak bisa terbang sampai saat ini”.
Berkata Afif ad Dikaroniy, “Pada suatu hari aku berziarah ke SyekhMuhammad Bahauddin Ra. Lalu ada orang yang menjelek-jelekkan beliau.Aku peringatkan, kamu jangan berkata jelek terhadap Syekh Muhammad Bahauddin Ra. dan jangan kurang tata kramanya kepada kekasih Allah. Dia tidak mau tunduk dengan peringatanku, lalu seketika itu ada seranggadatang dan menyengat dia terus menerus. Dia meratap kesakitan lalu bertaubat, kemudian sembuh dengan seketika.
SYECH MUHAMMAD BAHAUDDIN NAQSYABANDI DENGAN TAREKATNYA
Peletak dasar Thoriqoh Naqsyabandiyah ini adalah Al-Arif Billah AsySyaikh Muhammad bin Muhammad Bahauddin Syah Naqsyabandi Al-Uwaisi Al-Bukhori radliyallahu anhu (717-865 H) .
Dijelaskan oleh Syaikh Abdul Majid bin Muhammad Al Khaniy dalam bukunyaAl-Hada’iq Al-Wardiyyah , bahwa thoriqoh Naqsabandiyyah ini adalah thoriqohnya para sahabat yang mulia radlallahu anhum sesuai aslinya,tidak menambah dan tidak mengurangi. Ini merupakan untaian ungkapan dari langgengnya (terus menerus) ibadah lahir bathin dengan kesempurnaan mengikuti sunnah yang utama dan ‘azimah yang agung serta kesempurnaan dalam menjauhi bid’ah dan rukh shah dalam segala keadaan gerak dan diam, serta langgengnya rasa khudlur bersama Allah Subhanahuwa ta'ala, mengikuti Nabi Muhammad Shollallahu 'alaihi wa sallam dengansegala yang beliau sabdakan dan memperbanyak dzikir qalbi.
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul:
Syeikh Muhammad Bahauddin An Naqsabandi RA
Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke
http://fadhilaizki.blogspot.com/2014/11/syeikh-muhammad-bahauddin-naqsabandi-ra.html
. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.
Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
0 komentar :
Posting Komentar