Sebungkus Kurma Abu Aqil
Rabu, 10 September 2014
0
komentar

Isterinya
menyadari kekhawatiran yang melanda suaminya itu dan bertanya,
“Suamiku, apa yang terjadi?” Abu Aqil kemudian berjalan masuk ke
rumahnya. Karena kelelahan, dia bersandar ke dinding rumahnya, lalu
berkata, “Musuh Tuhan berniat untuk memerangi kita. Tentara muslim
sudah disiagakan untuk melawan musuh. Tetapi, tentara kita tidak
punya bekal dan makanan. Kami sedang berada di masjid ketika Nabi
membacakan sebuah ayat suci Al-Quran dan meminta kaum muslimin
untuk memberikan bantuan sesuai dengan kemampuan mereka
masing-masing kepada tentara Islam.”
Isteri
Abu Aqil bertanya, “Apakah bunyi ayat itu?” Abu Aqil menutup
matanya dan setelah berpikir sejenak, dia membaca ayat ke-11 dari
surat Al-Hadiid yang artinya, “Siapa saja yang mau meminjamkan kepada
Allah pinjaman yang baik, akan diberi Allah balasan pinjaman yang
berlipatganda dan dia akan memperoleh pahala yang banyak.”
Isterinya
dengan pandangan kecewa menatap lantai ruangan kamar dan berkata,
“Engkau adalah pemimpin rumah ini dan engkau lebih mengetahui bahwa
kita tidak punya harta dan simpanan apapun untuk kita berikan di
jalan Tuhan. Abu Aqil menjawab, “Tetapi, kita harus turut
melibatkan diri dalam tugas ini. Tidakkah engkau ketahui bahwa perbuatan
ini disenangi oleh Tuhan dan Rasul-Nya?”
Abu
Aqil melanjutkan perkataannya, “Ayat ini sangat menyentuh
perasaanku sehingga aku segera pulang ke rumah. Hari ini semua
orang Islam membawa apa yang mereka miliki kepada Nabi Muhammad saaw
agar permintaan Tuhan terpenuhi.” Isterinya tersenyum dan dia
mengambil salah satu bejana dan mengeluarkan segenggam kurma sambil
berkata kepada Abu Aqil, “Kita mempunyai sedikit kurma. Ambillah
dan berikan kurma ini kepada Nabi.”
Abu
Aqil tertegun dan mengguman sendirian, “Apa yang bisa diperbuat
dengan kurma ini? Tetapi ini lebih baik daripada tidak memberi
sesuatupun.” Isterinya lantas menaruh kurma itu dalam sebuah kain bersih
dan memberikannya kepada Abu Aqil. Dengan gembira, Abu Aqil
berkata, “Meskipun kurma ini tidak tampak berguna tetapi ia dapat
dimanfaatkan di medan perang.”
Halaman
kecil masjid ramai dipenuhi umat muslimin. Abu Aqil berada di
antara mereka. Dengan langkah yang lemah, dia memperhatikan bahwa
ada beberapa ekor biri-biri, kambing, dan unta terikat di luar
masjid. Abu Aqil menyadari bahwa hewan-hewan itu merupakan hadiah
dari orang ramai. Dia juga melihat orang-orang yang berkumpul di
dalam masjid dengan hadiah besar dan kecil di tangan mereka. Abu
Aqil merapatkan bungkusan yang berisi kurma ke dadanya dan dia
berjalan masuk ke dalam masjid.
Melihat
banyaknya kaum muslimin yang berdatangan menyerahkan hadiahnya
kepada Nabi SAWW, kaum munafikin merasa tidak senang, dan muncul
kebencian di dalam hati mereka, yang mendorong mereka untuk
mengejek setiap orang yang menyerahkan sedekah dan bantuan kepada Nabi.
Orang yang memberikan bantuan dalam jumlah besar, mereka ejek
sebagai pamer, tidak ikhlas dan mengharap pujian. Sedangkan orang
yang memberikan bantuan dalam jumlah sedikit, mereka ejek dengan
mengatakan, "Allah dan Rasul-Nya tidak memerlukan bantuan kamu."
Melihat
sikap orang-orang munafik itu, Abu Aqil sempat beberapa kali ingin
mengambil keputusan untuk pulang ke rumahnya dan menjauhkan diri dari
pandangan para pengganggu itu. Tetapi ada kekuatan dalam dirinya yang
menghalanginya untuk pulang. Akhirnya dia duduk diam-diam di sudut
masjid. Dilihatnya Nabi Muhammad SAWW duduk di tepi mihrab dan menerima
hadiah-hadiah dari umatnya. Dia berharap dalam hati, alangkah baiknya
jika dia mempunyai simpanan yang lebih pantas untuk diberikan kepada
Nabi.
Tiba-tiba,
masjid yang semula dipenuhi dengan suara ramai dilanda kesepian
dan kesunyian. Abu Aqil memandang kepada Rasulullah. Rupanya, Rasul
sedang menerima wahyu. Rasulullah SAWW menutup mata dan wajahnya
seolah-olah sedang tenggelam dalam cahaya yang bersinar. Semua
sahabat memahami keadaan Nabi ini dan menanti sampai Rasul selesai
menerima wahyu.
Rasulullah
kemudian membuka matanya dan dengan langkah yang perlahan beliau
bergerak ke arah Abu Aqil. Jantung Abu Aqil berdebar-debar dan dia
berusaha untuk menyembunyikan bungkusan kurmanya. Lalu, terdengar
suara Rasulullah yang memecah kesunyian masjid, “Wahai manusia,
baru saja Jibril menyampaikan wahyu dari Allah kepadaku. Ketahuilah
bahwa para malaikat yang berada di langit, memandang bumi untuk
menyaksikan pinjaman siapakah yang terbaik di sisi Tuhan.”
Rasulullah
kemudian meletakkan tangannya ke atas pundak Abu Aqil dan berkata,
“Ketahuilah, hadiahmu lebih berharga dari emas di sisi Tuhan.
Orang munafik yang mencelamu dan menyebabkan hatimu sakit, kelak akan
diberi azab. Wahai Abu Aqil, para malaikat sedang menanti, berikan
hadiah itu kepadaku dan ketahuilah bahwa Allah ingin agar aku
menggembirakanmu. Engkau hari ini disenangi oleh Allah.”
Abu
Aqil masih tidak percaya, dia merasa seolah-olah sedang bermimpi,
sebuah mimpi yang amat manis. Rasulullah dengan penuh kasih sayang
mengambil bungkusan kurma tersebut dari tangannya dan membelai kepala
Abu Aqil. Ketika itu pula Rasul membacakan ayat ke-79 surah Taubah
yang artinya, “Orang-orang munafik yaitu orang-orang yang mencela
orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan mencela
orang-orang yang tidak memiliki apapun untuk disedekahkan selain
dari yang disanggupinya. Allah akan membalas penghinaan mereka itu
dan bagi mereka azab yang pedih.”
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul:
Sebungkus Kurma Abu Aqil
Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke
http://fadhilaizki.blogspot.com/2014/09/sebungkus-kurma-abu-aqil.html
. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.
Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
0 komentar :
Posting Komentar